Sunday, March 26, 2017

Hukum Nadzar Dalam Islam

A. Pendahuluan.
Anda pernah bernadzar? Sebenarnya, apa itu definisi dari nazar? Lalu, apa hukum melakukan nadzar? Apa sajakah Nadzar yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan? Mungkin itu adalah pertanyaan yang muncul difikiran anda ketika membahas tentang nadzar. Untuk membantu pertanyaan-pertanyaan yang ada difikiran anda, kami akan mencoba membantu anda untuk mengulas masalah nazar, mulai dari pengertian, hukum dan apa saja nadzar yang boleh dilakukan dan nadzar yang dilarang untuk dilakukan. Semoga dengan ini anda dapat sedikit banyak mengetahui tentang permasalahan yang berkaitan dengan nadzar. Selamat membaca.


B. Pembahasan hukum nadzar

Pengertian nadzar 
Nadzar menurut lughot (bahasa) adalah Janji dengan sesuatu yang baik atau buruk. Adapun menurut Syara’ adalah: “Menetapkan (mewajibkan) Qurbah (sesuatu yang di buat untuk mendekatkan diri kepada Allah) yang mana Qurbah tersebut hukum asalnya tidak wajib ‘Ain (hukumnya) dari Syara.”
Contoh: “Umar melakukan Nadzar puasa senin kamis. Puasa senin kamis itu adalah sebuah Qurbah yang mana puasa umar tersebut hukum asal dari Syara’ adalah sunnah bukan wajib ‘Ain. Berarti umar telah mewajibkan sebuah Qurbah yang mana Qurbah tersebut (puasa senin kamis) hukum asalnya adalah sunnah.
Nadzar wajib dilaksanakan atas perkara yang mubah atau untuk tujuan taat kepada Allah Subhaana Wa Ta’alaa.
Contoh Nadzar atas perkara yang mubah adalah:
 “Apabila aku minum, maka demi Allah wajib atasku Shalat.” Hukum asal dari minum adalah mubah. Jadi, Zaid melakukan nadzar atas perkara yang hukum asalnya adalah mubah dengan Qurbah berupa Shalat.
Contoh nadzar taat adalah:
“Seperti ucapan budi: Apabila kamu melakukan puasa ramadhan, maka demi Allah aku akan melakukan shalat dzuhur.”
Melakukan puasa ramadhan adalah salah satu perbuatan taat, sedangkan Qurbahnya adalah shalat dzuhurnya.

Nadzar dalam sebuah kemaksiatan:
Nadzar dalam sebuah kemaksiatan tidaklah sah nadzarnya (apabila apa yang dinadzari terpenuhi, maka tidak wajib melaksanakan nadzarnya), seperti ucapan: “Apabila kamu membunuh fulan (tidak dengan hak), maka demi Allah, wajib atasku berpuasa.”
Contoh nadzar di atas tidaklah sah, dikarenakan nadzar melakukan puasa tersebut digantungkan kepada perkara yang maksiat, yaitu membunuh dengan tanpa hak.
Nadzar juga tidak sah apabila nadzar tersebut berupa perkara yang wajib atas perkara yang wajib ‘Ain, seperti contoh: “Apabila aku bisa melakukan hal seperti ini, maka wajib atasku puasa ramadhan.”
Nadzar seperti contoh di atas tidaklah sah, dikarenakan puasa ramadhan sebelum dilakukannya nadzar memang sudah wajib hukumnya. Maka, tidaklah bermakna nadzar seperti itu.

Macam-macam nadzar 
Nadzar terbagi menjadi dua, yaitu:
Nadzar Lajaaj:
Gambarannya yaitu, orang yang bernadzar mencegah dirinya sediri atau orang lain dari melakukan sesuatu dan orang yang bernadzar tersebut dalam nadzarnya tidak bertujuan untuk Qurbah (mendekatkan diri kepada Allah Subhaana wa Ta’aalaa). Contoh nadzar lajaaj: “Apabila aku berbicara kepada si fulan, maka demi Allah, wajib bagiku melakukan puasa.”
Contoh di atas adalah contoh dari nadzar lajaaj yang dimaksudkan nadzir untuk mencegah dirinya sendiri dari melakukan sesuatu. Adapun nadzar lajaaj yang dimaksudkan nadzir untuk mencegah orang lain melakukan sesuatu adalah: “Apabila si fulan melakukan hal ini, maka demi Allah wajib atasku shalat”.

Nadzar tabarrur: Nadzar tabarrur di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Nadzar yang tidak digantungkan atas sesuatu, seperti pada permulaan ucapan seperti “Demi Allah, wajib atasku berpuasa” .

2. Nadzar yang digantungkan atas sesuatu yang disukai, seperti contoh: “Apabila Allah menyembuhkanku, maka demi Allah wajib atasku berpuasa”. Nadzar ini juga disebut dengan mujaazaat (nadzar atas sesuatu yang disukai) 

Rukun Nadzar
Rukun nadzar ada 3, yaitu: Orang yang nadzar, perkara yang dinadzari dan shighot (ucapan).
Adapun syarat bagi orang yang bernadzar dengan nadzar tabarrur adalah:
1.Islam
2. dengan kesadaran sendiri. Maka, tidaklah sah nadzarnya orang yang dipaksa.
3.Sah dalam melaksanakan tasharruf, sehingga tidaklah sah nadzarnya anak kecil dan orang gila, dikarenakan mereka bukan ahli tasharruf, oleh karena itu tidaklah sah akad jual beli yang dilakukan mereka. 

(Referensi: Haasyiyyah As-Syiekh Ibraahiym Al-Bayjuurii, cetakan Daarulkutub, juz 2, halaman 600-609).
Semoga bermanfaat artikel by : Al-Inaya.Blogspot.com